Peran Gas Bumi dalam Proses Renewable Energi
Jumat, 17 September 2021 16:29 WIB
INFO BISNIS - Gas bumi akan tetap menjadi energi strategis di tengah berkembangnya energi baru terbarukan seperti panas bumi, angin dan matahari. Gas bumi juga akan memiliki peran sentral dalam proses transisi energi dari energi fosil menuju energi baru yang dinilai lebih ramah lingkungan. Hal tersebut disampaikan Komisaris Utama PGN Arcandra Tahar dalam diskusi energi bersama Arcandra Tahar bertema “Prospek Gas Bumi di Tengah Tren Renewable Energy". Kegiatan diskusi ini digelar secara live melalui Zoom, FB dan IG pribadi wakil menteri ESDM 2016-2019 ini, Jumat (10/9).
Arcandra mencontohkan peran gas bumi di tengah upaya pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) atap. Mengingat biaya yang cukup mahal jika berdiri sendiri, dalam operasionalisasinya PLTS atap masih akan membutuhkan bantuan baterai atau sumber energi lain. Fungsi gas atau baterai di sini adalah sebagai energi primer yang akan menyokong penerapan PLTS atap ketiga energi dari matahari drop.
Dengan harga gas yang lebih kompetitif, lanjut Arcandra, kombinasi gas bumi dan PLTS akan lebih efisien daripada penggunaan baterai. "Secara komersial mestinya penggunaan gas bumi dalam pengembangan PLTS akan lebih kompetitif daripada penggunaan baterai. PGN dapat membangun sinergi dengan PLN untuk menjalankan strategi ini," ujar Arcandra, menjelaskan.
Dalam kesempatan yang sama, Arcandra mengatakan bahwa pasar gas bumi masih sangat lebar. Seperti halnya yang kini sudah dan sedang dilakukan oleh PGN dengan mensuplai kebutuhan gas bagi industri kilang minyak (refinery) yang dikelola oleh Pertamina. Sejumlah kilang minyak yang mendapat suplai gas dari PGN adalah kilang minyak Cilacap, Balongan dan kilang lainnya.
Untuk mendukung pemenuhan gas bagi industri kilang tersebut, PGN tengah membangun sejumlah infrastruktur menuju lokasi kilang. Langkah ini dilakukan melalui pembangunan infrastruktur seperti storage dan regasifikasi melalui fasilitas seperti Floating Storage Regatification Unit (FSRU).
"PGN akan terus mengoptimalkan pasar-pasar eksisting melalui kolaborasi dengan Pertamina sebagai holding migas. Termasuk juga masuk ke industri petrokimia, dimana gas bumi dibutuhkan untuk memproduksi metanol dan amonia yang pasarnya terus meningkat," ujarnya.
Arcandra menambahkan, kebijakan sejumlah negara untuk beralih ke energi baru terbarukan harus dicermati dengan baik. Terutama berkaitan dengan upaya pemenuhan zero carbon di tahun 2050 oleh sejumlah negara maju seperti Amerika Serikat dan negara-negara Uni Eropa. AS bersama Uni Eropa, Jepang dan Korea sudah memiliki komitmen untuk mencapai zero emisi pada tahun 2050, sekitar 29 tahun lagi. Sebagai usaha mewujudkan komitmen itu, Uni Eropa dan beberapa negara tersebut sudah mulai fokus pada pengembangan renewable energy.
Karena itu penting diperhatikan adalah mempersiapkan masa transisi menuju renewable energy. Periode 29-30 tahun ke depan adalah kunci. Jika perusahaan migas mengurangi eksplorasi dan produksi migasnya, tentu ini akan menjadi tantangan baru. Karena menggantikan energi fosil dengan renewable energy tidaklah semudah yang dibayangkan.