Ekonom: RUU PPSK Momentum Koperasi Nikmati Kesetaraan Bisnis
Kamis, 24 November 2022 17:39 WIB

MEMO BISNIS - Ekonom Universitas Gajah Mada Revrisond Baswir menyatakan Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) menjadi momentum bagi para pelaku koperasi simpan pinjam (KSP) untuk mendapatkan perlakuan yang setara dengan pelaku bisnis yang lain.
Hal ini dimungkinkan karena ada pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terhadap KSP, sehingga koperasi di sektor itu diperlakukan setara sebagaimana financial technology (fintech), perbankan, asuransi, dan semua yang bergerak di sektor keuangan. “Dengan adanya RUU PPSK koperasi berpeluang tidak didiskriminasi lagi. Jadi naik kelas, diperlakukan sama dengan badan hukum yang lain,” ucap Revrisond, Rabu, 23 November 2022.
Meski ada berbagai wacana yang berkembang terkait hal itu, Revrisond menilai penolakan sejumlah pihak terkait pengawasan koperasi oleh OJK terlalu dini sebab masih banyak hal yang terus dibahas. Misalnya terkait kompartemen khusus koperasi dalam RUU PPSK. Menurut dia, belum secara konkret diketahui konten dan esensinya seperti apa.
Terlebih sampai saat ini urusan pengawasan koperasi belum juga tuntas sebab UU Nomor 25/1992 tidak mencakup soal pengawasan. Sehingga praktis urusan pengawasan koperasi tidak dilakukan dengan optimal karena belum adanya payung hukum yang relevan mengenai pengawasan koperasi. Belum lagi terkait urusan penjamin simpanan yang juga belum diatur dalam regulasi khusus.
Di seluruh dunia, kata Revrisond tidak ada pembedaan pengawasan otoritas keuangan terhadap koperasi dan yang bukan koperasi. Semuanya diperlakukan sama karena memiliki badan hukum dan bergerak di sektor keuangan.
Sejak OJK dibentuk, lanjut dia, seharusnya KSP diakomodir sebagaimana berbagai sektor lain yang bergerak di bidang keuangan. Menurut dia, konsep dasar yang perlu dipahami terkait koperasi yakni bahwa koperasi merupakan badan usaha yang berkembang dan tidak baku, koperasi berasal dari Eropa yang kemudian berkembang ke seluruh dunia.
Berbagai jaringan koperasi dari sejumlah negara membentuk International Cooperative Alliance (ICA) guna menyatukan gerakan-gerakan koperasi di setiap negara agar terjadi keseragaman, terutama dalam cara memandang jati diri koperasi yang sejati. Namun, banyak yang menganggap koperasi asli dari Indonesia. Akibatnya, tidak mau mencontoh negara-negara lain, sehingga koperasi di Indonesia jadi tidak berkembang.
Dampaknya, koperasi Indonesia justru dianggap setara dengan sektor Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), padahal koperasi memiliki potensi besar, hingga mungkin menjadi berskala multinasional.
Menimbang hal tersebut, dia mendorong pemerintah memperkaya pengetahuan masyarakat mengenai perkembangan koperasi di dunia internasional, dia turut mendorong perluasan kerja sama dan pergaulan dengan koperasi internasional. (*)