Upaya Mencari Cara Baru Bermedia
Selasa, 16 Agustus 2022 21:20 WIB
MEMO BISNIS - Independent Media Accelerator (IMA) mengawali kegiatan pelatihan atau bootcamp media digital. Kegiatan untuk mengakselerasi media digital ini diikuti oleh 20 media, setelah mereka menyisihkan sekitar 160 media yang mendaftar dalam kegiatan tersebut.
Peserta datang dari berbagai pelosok daerah dengan berbagai jenis dan bentuk media. Ada
media komunitas, media umum, media TV, media jurnalisme warga hingga dalam bentuk
komik. Mereka akan mengikuti pelatihan selama 7 hari. Empat hari pertama pelatihan dilaksanakan secara online melalui zoom, sedang kelas offline (bootcamp) diadakan selama 3 hari di Jakarta.
Peserta akan diboyong dari daerah masing masing untuk mengikuti bootcamp di hotel IBIS Tamarin Jakarta untuk mengikuti pendalaman materi tentang, kualitas jurnalis, transformasi digital dan model bisnis.
Sebanyak 20 peserta akan mengikuti akselerasi di tiga bidang itu untuk kemudian diminta
mengusulkan proposal ide perbaikan media dengan pendanaan yang disiapkan IMA.
Selanjutnya mereka akan mengerjakan usulan proyek tersebut dalam waktu 2 bulan.
“Independent Media Accelerator adalah upaya kita untuk mencari dan menemukan bersama
bentuk baru dan cara baru bermedia,” kata Direktur Tempo Institute, Qaris Tajudin, saat membuka kegiatan itu, Senin, 15 Agustus.
Upaya akselerasi mencari bentuk dan menemukan model bisnis media ini merupakan inisiasi Tempo Institute bersama sejumlah lembaga seperti Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia, Google News Initiative, dan Kominfo. Diharapkan media digital baru ini dapat melalui tantangan disrupsi teknologi dengan mulus.
Qaris menuturkan, dari negara maju hingga negara berkembang dan negara yang
lebih mundur sepakat belum menemukan bentuk bisnis baru bermedia maupun cara baru
bermedia. Berbeda dengan misalnya film dan bioskop yang telah menemukan model seperti
Netflix.
Ada tiga hal yang disoroti di dunia media. Pertama, kualitas jurnalisme yang dinilai menurun. Kehadiran digital mendorong orang beradu cepat dan sebanyak-banyaknya memproduksi berita, sebab jika tidak banyak berita maka google analitik akan jeblok.
Kedua, adalah bisnis model media. Dahulu, orang rela merogoh uang untuk mendapat informasi, tapi sekarang sulit sekali orang menjual berita. Tempo misalnya, memproduksi konten yang ekslusif, tak lama akan muncul screenshot-nya di mana-mana. Penyebarnya bukan hanya orang umum, bahkan jurnalis sendiri. Mereka seolah tidak peduli apa dilakukannya telah mencederai usaha rekannya dalam mencari berita.
“Ketiga, adalah disrupsi teknologi. Bersyukur sebagian teman telah memiliki cara pandang baru dalam bermedia ada yang menggunakan. Mereka sudah mulai menggunakan multimedia, ada dengan TV dan dalam komik. Berbeda dengan media konvensional yang sulit bergerak di tengah impitan disrupsi teknologi,” Kata Qaris.
Ia berharap kegiatan ini dapat merumsukan bentuk baru bermedia, yang
memungkinkan untuk dikembangkan agar media mampu mengatasi disrupsi
teknologi. (*)