Pembentukan PLN Holding Disorot
Rabu, 15 September 2021 17:01 WIB
INFO BISNIS – PT PLN (Persero) bermaksud memensiunkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) pada 2025 nanti. Salah satu cara untuk melaksanakan rencana itu ialah dengan membentuk PLN holding.
Menurut Yohanes Masengi, pengacara yang saat ini bersekutu di Firma Guido Hidayanto & Partners, PLN perlu berhati-hati dengan rencana tersebut. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan PLN. Pertama, perlu payung hukum yang jelas untuk pengadaan dan pengalihan PLTU-PLTU tersebut dari PLN kepada PLN holding hasil spin off.
“Payung hukum ini antara lain untuk penunjukan langsung dari PLN kepada PLN holding, ketentuan-ketentuan mengenai pengalihan aset-aset yang sebelumnya dimiliki oleh PLN kepada PLN holding, harga jual listrik dari PLN kepada PLN holding, dan memastikan ketentuan-ketentuan dalam Perjanjian Jual Beli Listrik (Power Purchase Agreement) terkait bankable,” kata pengacara tersebut
Menurut Yohanes, perlu reformasi peraturan perundangan untuk sistem penawaran PLTU-PLTU kepada swasta, apakah melalui lelang umum atau penunjukan langsung. Pemberian insentif juga perlu dilakukan bagi investor yang tertarik untuk ikut serta dalam pembaharuan PLTU.
Misalnya pemberian prioritas terhadap investor yang pertama kali mengerjakan PLTU terkait ataupun prioritas dalam mengembangkan proyek-proyek energi terbarukan lain di kemudian hari, atau pengadaan dibuat dalam bentuk bundling di awal antara PLTU milik PLN dan proyek energi terbarukan.
Dia mengatakan, sangat penting untuk memastikan kejelasan skema kerja sama yang akan dilakukan, apakah nantinya PLN atau perusahaan holding akan membentuk joint venture dengan investor dan bagaimana dengan persentase kepemilikan sahamnya.
"Yang menjadi kendala di lapangan adalah PLN diharuskan memiliki saham minimal 51 persen dan investor hanya bisa memiliki 49 persen saham di perusahaan pembangkit. Padahal PLN meminta agar seluruh investasi dalam bentuk finansial harus disediakan oleh investor,” tuturnya. (*)