Terkait Hukuman Mati Misrin, Menaker: Pemerintah Telah Lakukan Pembelaan Luar Biasa
Selasa, 20 Maret 2018 14:34 WIB
INFO BISNIS— Pekerja migran Indonesia asal Bangkalan Madura, Muhammad Zaini Misrin Arsyad dieksekusi mati pada Minggu, 18 Maret 2018 oleh otoritas Pemerintah Kerajaan Arab Saudi. Zaini Misrin yang berprofesi sebagai sopir didakwa membunuh majikannya yang bernama Abdullah bin Umar al-Sindi. Ia ditangkap pada 2004 dan dijatuhi hukuman mati pada 2008.
“Kami terkejut, menyesalkan dan berduka,” kata Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri kepada media massa di Jakarta, 19 Maret 2018.
Menurut Hanif, Pemerintah telah melakukan langkah-langkah pembelaan luar biasa (extraordinary) untuk membebaskan Zaini Misrin dari hukuman mati. Baik pendampingan hukum, langkah diplomatik maupun non-diplomatik, semuanya dilakukan secara maksimal.
“Presiden Susilo Bambang Yudoyono dan Presiden Joko Widodo tiga kali berkirim surat resmi ke Raja Saudi. Bahkan Presiden Joko Widodo telah tiga kali bertemu Raja Saudi untuk mengupayakan pembebasan Zaini Misrin,” ujarnya.
Pemerintah, menurut Hanif, juga telah melakukan langkah hukum, baik banding maupun kasasi. Bahkan pada periode ini, pemerintah juga mengajukan peninjauan kembali (PK), langkah hukum yang belum pernah dilakukan sebelumnya. “Seluruh ikhtiar tersebut berhasil menunda pelaksanaan hukuman mati sampai hari kemarin, Minggu, 18 Maret 2018.”
Selain itu, lanjut Hanif, pada 2011 Pemerintah melalui Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar membentuk Satuan Tugas Anti Hukuman Mati yang bertugas melakukan upaya pembebasan TKI terpidana mati di luar negeri. Berbagai langkah dilakukan baik yang bersifat teknis pembelaan hukum maupun diplomasi tingkat tinggi (high level diplomacy) yang melibatkan para menteri, utusan khusus dan duta besar. “Bahkan presiden dalam dua periode pemerintahan yang berbeda pun langsung turun tangan,” ucapnya.
“Seluruh upaya pemerintah terkendala sistem hukum di Saudi yang dalam kasus Misrin ini tergantung dari keputusan ahli waris apakah bersedia memaafkan terpidana atau tidak. Memang seperti itu aturan hukum di sana. Raja Saudi tidak bisa mengampuni, karena ahli waris tidak memberikan maaf pada Misrin. Ini mau tidak mau harus kita hormati. Kita juga menghadapi kendala dari sikap aparat penegak hukum kerajaan Saudi pada waktu lalu yang cenderung kurang terbuka dalam masalah-masalah seperti ini,” tutur Hanif.
Sebagai anak seorang TKW, Hanif sangat memahami kasus Misrin dan kasus-kasus sejenisnya merupakan residu dari kebijakan tata kelola penempatan TKI pada masa lalu, yakni sebelum era reformasi. Karena itu, menurut Hanif, salah satu pekerjaan rumah yang terus dilakukan pemerintah adalah memperkuat negosiasi bilateral kepada negara-negara tujuan pekerja migran Indonesia (PMI) bekerja agar dapat diwujudkan sistem tata kelola dan perlindungan yang lebih baik lagi.
“Pemerintah terus melakukan negosiasi bilateral ke negara-negara tujuan PMI agar dapat diciptakan sistem tata kelola dan perlindungan PMI yang lebih baik. Sehingga ke depan resiko migrasi dapat terus ditekan dan penanganan masalah yang ada lebih efektif,” ucap Politisi PKB ini.(*)