RUU Pertembakauan Untungkan Petani?
Jumat, 10 Februari 2017 00:00 WIB
INFO BISNIS - Acara Ngobrol @Tempo yang diadakan pada Kamis, 9 Februari 2017, mengangkat tema “RUU Pertembakauan: Seberapa Penting untuk Masyarakat?” menghadirkan tiga narasumber, yaitu Anggota Komisi X DPR RI Taufiqulhadi, Dirjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Lingkungan Kementerian Kesehatan Mohamad Subuh, dan Julius Ibrani dari Solidaritas Advokat Publik untuk Pengendalian Tembakau Indonesia (SAPTA).
Dalam paparannya, Taufiq, inisiator Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertembakauan, menyampaikan bahwa RUU ini disiapkan untuk melindungi petani tembakau setelah pihaknya menerima masukan dari berbagai kalangan petani tembakau yang merugi akibat kebijakan impor tembakau. “Dua puluh persen tembakau dalam negeri, dan 80 persen itu hasil impor. Nah, kita ini sekarang membuat peraturan membalikkan itu. Delapan puluh persen harus menyerap tembakau dalam negeri, dan 20 persen kalau keran impor kita buka. Jadi RUU ini tidak ada urusannya dengan masalah kesehatan,” katanya.
Sementara Mohamad Subuh menyatakan tidak setuju dengan RUU Pertembakauan ini karena bersinggungan dengan masalah kesehatan. Dia mengatakan empat besar penyakit katastropik, seperti stroke, hipertensi, jantung, dan kanker, terjadi karena rokok. “Uang sebanyak Rp 115 triliun yang didapat dari cukai rokok tidak ada artinya untuk mengobati orang yang sakit atau meninggal karena rokok,” ucapnya.
Ia melihat ada beberapa hal di RUU itu yang bertentangan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pertembakauan. Misalnya tentang aturan kawasan tanpa rokok yang ada di PP, di RUU diubah menjadi kawasan tanpa asap rokok. “Itu dua hal yang berbeda. Kalau kawasan tanpa rokok, siapa saja boleh merokok dan menjualnya. Tapi kalau kawasan tanpa asap rokok, mungkin tidak boleh merokok tapi bisa menjual rokok,” tuturnya.
Walau sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2017, Kementerian Kesehatan tetap menolak RUU tentang Pertembakauan. Kementerian menilai, rancangan beleid tersebut bertolak belakang dengan peta jalan atau roadmap tentang kesehatan, khususnya terkait dengan pengurangan jumlah perokok pemula. Selain itu, merokok merupakan penyakit jenis katastropik atau masuk berbiaya pengobatan tinggi.
Sementara Julius Ibrani menilai RUU Pertembakauan sama sekali tidak melindungi petani tembakau dan sarat kepentingan. “RUU Pertembakauan justru akan mendorong impor tembakau, bukan melindungi petani. Naskah RUU yang terakhir sama sekali tidak ada klausul tentang tata niaga tembakau yang bisa menempatkan petani setara dengan industri,” katanya.
Julius menambahkan, DPR sudah mengeluarkan lima naskah RUU Pertembakauan. Dari semua naskah, hanya satu yang tidak diatur, yaitu mengenai industri hasil tembakau. Apalagi, kata dia, RUU tersebut dikeluarkan untuk mendongkrak hasil industri.
Julius menilai RUU Pertembakauan tidak bersifat urgensi dan di draf RUU tersebut hanya ada tiga pasal yang membahas tentang petani. Perlindungan bagi petani sebenarnya sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani. “RUU yang tadinya mengedepankan HAM dan kesehatan kini berubah menjadi bagaimana legalisasi industri tembakau,” kata Julius.
INFORIAL