Kuliah Umum Universitas Pancasila Bahas Peradilan Konstitusi
Senin, 19 Juli 2021 17:54 WIB
INFO TEMPO - Hukum acara peradilan konstitusi masih menjadi jenis hukum acara yang terkesan asing karena ruang lingkupnya hanya untuk mengajukan uji materi atas undang-undang saja. Oleh karena itu, Fakultas Hukum Universitas Pancasila memiliki Program Kompetisi Kampus Merdeka (PKKM), yakni Pembentukan Klinik Hukum.
Lewat Klinik Hukum, mahasiswa Fakultas Hukum akan terlibat dalam riset yang berkaitan dengan permasalahan hukum yang terus berkembang. Maka dilakukan upaya praktis edukatif untuk memperkenalkan peradilan konstitusi di Indonesia melalui sebuah kuliah umum.
Kuliah Umum secara online kali ini menampilkan keynote speaker dari Hakim Mahkamah Konstitusi, Prof. Dr. Saldi Isra, S.H. dan Narasumber Pan Momahad Faiz , S.H., M.C.L., Ph.D. yang saat ini sebagai peneliti senior Mahkamah Konstitusi.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum Universitas Pancasia, Prof. Dr. Eddy Pratomo, S.H., M.H., menyambut gembira kegiatan semacam ini. Mengingat, mata kuliah hukum konstitusi tengah marak di berbagai fakultas hukum, dan Fakultas Hukum Universitas Pancasila juga saat ini sudah memiliki program kekhususan konstitusi di program pasca sarjana.
”Saya berharap kuliah umum ini dapat memberikan amunisi pengetahuan bagi para dosen dan juga mahasiswa sehingga lebih familiar dengan Mahkamah Konstitusi, terutama proses beracaranya, sehingga dapat memberikan sumbangsih dalam permasalahan hukum yang berkaitan dengan Mahkamah Konstitusi”, kata Eddy.
Sementara itu, Saldi Isra, menjelaskan sejarah pembentukan Mahkamah Konstitusi dan perkembangannya. Selain itu, Saldi juga menjelaskan secara praktis bagaimana Hakim Konstitusi bekerja dalam memutus sebuah permohonan. Diakhir, dia menambahkan bahwa pengujian undang-undang harus dibedakan dengan kasus konkrit seperti penyelesaian sengketa hasil pemilu maupun sengketa hasil pemilihan kepada daerah.
Pan Mohamad Faiz, menguntai pemaparan Prof. Dr, Saldi Isra, dengan memperlihatkan persentase dari permohonan yang diajukan di Mahkamah Konstitusi. Indonesia yang menganut ”The living Constitution” berimplikasi pada hukum acara Mahkamah Konstitusi juga mengalami perubahan. (*)