Mengulik Potensi Fintech Untuk Dukung UMKM
Rabu, 10 Juli 2019 20:18 WIB
INFO BISNIS — Financial Technology (Fintech) menjadi solusi pembiayaan bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama yang tak terakses lembaga keuangan seperti perbankan. Namun, perlu edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat sehingga tidak terjebak dengan Fintech ilegal.
“Fintech merupakan salah satu solusi terbaik untuk memajukan UMKM,” kata Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, dalam diskusi Ngobrol@Tempo yang bertajuk "Manfaat Ekonomi Fintech Lending", yang digelar di Gedung UMKM Center, Pontianak, Selasa, 10 Juli 2019.
Saat ini, sudah ada cukup banyak penyedia layanan Fintech di Indonesia yang menawarkan pinjaman modal usaha. Sistem tersebut memanfaatkan praktik berbasis online platform yang mempertemukan pelaku UMKM yang membutuhkan dana dengan orang-orang yang bersedia berinvestasi meminjamkan uang mereka.
Kepala Otoritas Jasa keuangan (OJK) Kalimantan Barat, Moch Riezky F Purnomo, mengatakan OJK selaku regulator di sektor jasa keuangan terus mendorong pertumbuhan industri peer to peer lending atau fintech lending dalam rangka meningkatkan inklusi keuangan khususnya perluasan akses permodalan UMKM. “Untuk mendukung secara penuh pendanaan UMKM, OJK memiliki dua pilihan, yakni mendorong fintech lending meningkatkan kapasitas pendanaan produktif atau mendorong kemudahan pendaftaran fintech lending produktif secara masif,” kata dia.
Deputi Direktur Penelitian Pengaturan dan Pengembangan Fintech OJK, Munawar, menambahkan banyak aplikasi fintech lending yang beroperasi di tanah air, namun berstatus ilegal. “Yang terdaftar atau berizin di OJK baru 113, tetapi ada 1087 entitas yang ilegal,” kata dia.
Hingga saat ini jumlah fintech lending tidak berizin yang ditemukan Satgas Waspada Investasi pada tahun 2018 sebanyak 404 entitas sedangkan pada tahun 2019 sebanyak 683 entitas sehingga secara total ada 1.087 entitas. Tidak hanya beroperasi secara ilegal, tidak sedikit fintech lending yang justru merugikan nasabahnya dengan mengenakan bunga yang sangat tinggi. “Biasanya yang ilegal ini, bunganya sangat besar, tidak wajar. Selain itu, saat penagihan caranya juga kasar dan tidak beretika,” kata dia.
Misalnya, ketika si peminjam belum membayar tagihan yang sudah jatuh tempo kemudian oleh perusahaan fintech lending mengirimkan sebuah SMS ke seluruh kontak si peminjam bahwa ia belum membayar pinjaman. “SMS yang dikirim ke seluruh kontak itu, menjelekkan si peminjam bahwa ia belum membayar hutang,” ujarnya.
Hal ini tentu sangat merugikan peminjam. Salah satu ciri khas Fintech illegal lainnya adalah tidak mempunyai kantor fisik. “Kebanyakan fintech lending tidak berdomisili di Indonesia, OJK tidak bisa memberikan tindakan atau sanksi. Karena itu, sebelum memanfaatkan fintech lending, masyarakat harus memastikan terlebih dahulu perusahaan tersebut sudah terdaftar di OJK,” tambahnya.
Salah satu fintech lending yang sudah terdaftar di OJK adalah Batumbu. Michael Tjahjamulia, Direktur Batumbu mengatakan, lahirnya Butumbu berawal dari semangat pendirinya untuk membantu memajukan UMKM di tanah air. Ide yang muncul saat itu adalah bagaiamana menciptakan kemudahan dalam mengakses dana, mengingat salah satu permasalahan yang dihadapi UMKM adalah permodalan. “Kami mencoba memanfaatkan teknologi untuk menjembatani penyedia dana dengan yang membutuhkan,” kata dia.
Batumbu sendiri, jelas dia, tidak hanya mendorong kemajuan UMKM melalui permodalan, melainkan juga melatih para pelaku usaha agar usahanya lebih berkembang. Karena itu, kata dia, Butumbu memiliki program pelatihan dan bimbingan dalam rangka meningkatkan kemampuan pelaku UMKM.
Anggie S Ariningsih, Direktur of Corporate and Public Relation Akulaku, startup yang bergerak di bidang pembiayaan lainnya, menambahkan pendampingan kepada peminjam untuk memastikan kredit yang diberikan tepat guna. “Sekaligus mendukung OJK untuk meningkatkan literasi keuangan digital, termasuk juga mengenalkan pentingnya personal branding terhadap produk yang akan dipasarkan,” ujarnya.
Tahun ini, lanjutnya, Akulaku akan membuka usaha di Pontianak. Anggie mengharapkan para pelaku usaha dapat memanfaatkan layanan yang diberikan. Salah satunya adalah dengan memberikan fasilitas cicilan kepada pelaku usaha. Akulaku menargetkan jumlah pengguna aktif sampai 30 juta orang, dari sebelumnya 10 juta orang. Pengguna Akulaku, menurut Anggie, tersebar di seluruh Jawa, Medan, Palembang, dan Padang. Aplikasi Akulaku telah memiliki 150 ribu merchant. (*)